Damn, I met my Idol!!!

Pernah nonton film “A little thing called love”?? Film yang #jlebb banget dan bisa membawa kita untuk kembali berada dan merindukan masa - masa disekolah. semua tentang ngafsns sama senior, cinta pertama, punya temen - temen yang masih polos dan unyu - unyu banget. Semuanya manis untuk dikenang. Dan pastinya pernah dong kalian juga ngefans sama senior yang agak keliatan bening dikit. Dengan gayanya yang sok cool dan wajah comical, nempel ditembok, satu kaki diangkat kebelakang, kedua tangan dimasukkin kedalam kantong celana. Huwaaaa… damn, you are so cool!!!

Apalagi kalo ngeliat sang senior lagi berlarian dengan gagah mendribel bola dilapangan basket. Udah kaya nggak ada yang lebih hebat lagi deh rasanya dimata gue. Terus berandai -andai masuk kedunia anime Slam Dunk. #Gubrak

Tapi pernah nggak sakit hati sama idola?! Gue banget nih. Dulu waktu SMP, gue kan bacaannya majalah Kawanku, udah gitu gue ngefans banget sama yang namanya Taufik Hidayat yang punya markas di Cipayung. Nggak tanggung - tanggung, kalo dipikir yah… gue kan masih labil banget tuh, dan dijaman itu gue udah buat kliping semua tentang doi. Mantengin doi tanding di tipi. Sampe - sampe surat-suratan ama doi #swear!!!

Kemuadian pada akhirnya doi merit, dan gue berasa dihujam sembilu bertubi - tubi #lebay. Gue kacau banget pada saat itu. sampe - sampe nggak tau gue kemanain tuh kliping dan semua hal berbau Badminton dan Taufik Hidayat. Sampe sekarang gue nggak pernah lagi ngupdate info apapun tentang olahraga itu. Bahkan males banget nontonnya. Sedangkan gue punya sahabat yang begitu maniak buat nontonin olahraga itu. Kalo gue sendiri sich udah loosing appetite, dulu sich, namanya juga masih ababil banget yah. Tapi sampe sekarang gue emang nggak minat buat nontonin tu pertandingan.

Lucu aja kalo inget rasanya cemburu banget waktu doi merit. Ah, tapi itu kan masa lalu ^_^

Masih berkisah tentang idola - idolaan, Gue beberapa hari lalu kepasar tradisional nemenin nyokap gue. Pas udah mau balik, ada seseorang lagi duduk diatas motor sama anak kecil yang lagi merhatiin gue. Apaan sich!! Risi tau diliatin begitu.

Alamaaaaakkk…!!! Ternyata itu senior gue, waktu itu gue kelas 1, doi kelas 3. Tuh senior super populer dulu. Dan sempet ada cenat - cenut tapi nggak gue tanggapi karena gue masih ngerasa gue ini masih kecil. Jadi yaa..gue ngefans sama dia buat seru-seruan aja. Bukan berarti gue ngarepin dan mengelu-elukan doi sampe yang segitunya banget. Aduuuhh..kecil amat proyek!!

setelah kupikir - pikir, kayaknya doi lagi nungguin istrinya yang belanja kali, yah. dan yang lagi sama doi itu anaknya. Walah, gue kok malah berasa pengen ngakak kalo emang kenyataannya begitu.
Sampe akhirnya gue pura - pura nggak liat doi dan asik maenin henpon pas lewat disampingnya. Huhuuuu… bubbye my School idol.

Jadi gue emang suka gitu, ngefans sama seseorang. Tapi yah, biar gimana juga gue cuma jadiin itu motivasi dan buat seru - seruan aja. Bukan lantas ngejer - ngejer doi, kemudian nangis bombay pas kecewa. Karena menurut gue, harus dibedain antara ngefans, suka, cinta, sayang, dan butuh.
Dan saat ini yang memenuhi otak gue dengan kata-kata suka, cinta, sayang, dan butuh itu yaaa…cuma Pegasus ^_^

'Nikmatnya' Berlayar Di Selat Sunda



Melakukan perjalanan dan mengunjungi berbagai tempat memang sangat penting. Dengan begitu kita mendapatkan banyak informasi baru dan pelajaran hidup. Bukan mengenai pengetahuan tentang daerah yang kita kunjungi, karena hal tersebut masih dapat kita pelajari dari buku, atau dengan searching diinternet. Pelajaran lain yang amat sangat penting adalah melihat dengan mata kita sendiri dan mengalami bagaimana oranglain hidup, bertahan, dan bekerja keras. Atau bagaimana perjalanan kita memberikan kesan yang begitu lekat dalam benak. Menikmati keindahan alam yang membuat kita makin dekat dan mengagumi Penciptanya. Kemudian merasa bersyukur atas apa yang telah dianugrahkan kepada kita. Itulah hidup, sarana belajar sepanjang waktu.

Satu hal yang saya ingin lakukan ketika saya menelusuri berbagai tempat dan mendapati hal-hal baru disana, saya ingin mengajak pejabat. Saya ingin mengajak mereka naik kapal ferry yang bobrok. Besi tua raksasa yang mengapung dilaut dengan segenap siksaan dan ketidakmanusiwian diatasnya. Ketika kapal penuh sesak dengan penumpang, ada yang harus tidur berhari-hari dibawah tangga. Kemudian mencari inspirasi dengan berjalan-jalan digeladak yang pengap, ruangan yang penuh bau keringat. Rela menahan hajat demi melihat muntahan atau toilet mampet.

Saya sangat tidak suka dengan suasana diatas kapal, hal ini hanya saya temui jika saya menyeberangi Selat Sunda via Pelabuhan Bakauheni. Dari sepuluh kali perjalanan, mungkin hanya satu kali saya dipuaskan dengan pelayanan diatas kapal. Diawali dengan pembelian tiket kapal yang mahal untuk ukuran pelayanan yang tidak layak. Kemudian perjalanan menuju dermaga yang tidak terorganisasi dengan baik. Arus lalu lintas kendaraan roda dua hingga roda duabelas yang semrawut.

Jika saja saya bisa tetap berada didalam mobil ketika kapal mulai bergerak meninggalkan pelabuhan, saya akan memilih berada disana. Menikmati kebebasan bernapas tanpa harus berebutan dengan penumpang lain. Menikmati music yang saya suka sembari membaca buku atau bercengkrama. Atau mengistirahatkan mata sejenak dengan tidur pulas dibuai mimpi indah membaiknya pelayanan public. 

Terakhir saya menikmati siksaan berada diatas kapal adalah ketika saya harus menyeberangi Selat Sunda dari Pelabuhan Merak. Sopir kami memilih memutar stir mobil menuju dermaga lain ketika tahu kami tengah dinantikan oleh Kapal **** Banten yang sudah kami tumpangi ketika kami akan menyeberang dari Bakauheni menuju Merak dua hari lalu.

Alih – alih mendapatkan kapal dengan fasilitas yang manusiawi, kami malah terperangkap dalam kapal yang lebih parah rusak dan kumuhnya dari kapal yang sebelumnya. Keluar dari mobil, kami menuju Diatas kapal, setelah mobil terparkir, kami ingin bisa bebas berkeliaran diatas kapal.

Kami naik ke lantai dua disambut dengan aroma tak sedap toilet dan antrean panjang penumpang yang hendak membuang hajat. Kupikir mereka pasti sudah sangat tidak tahan lagi. Kalau masih bisa ditahan, mana tega mereka membuang hajatnya ditempat kumuh begitu.

Melewati ruangan kelas ekonomi, rasanya sulit sekali bernapas. Penumpang tidak hanya duduk dikursi yang telah disediakan, mereka bahkan ada yang berdiri dan duduk dilantai. 

Diatas kapal ada juga penjual makanan dan minuman. Dengan harga yang jauh lebih mahal dibandingkan harga normal, tentu saya tidak mau berbelanja diatas kapal. Bukan tidak mau membantu perekoni=omian mereka, tapi untuk bisa makan dan minum diatas kapal saja saya tidak tega. Jika terpaksa memang sedang lapar dan tidak sempat makan, lebih baik belanja dulu sebelumnaik keatas kapal. 

Sebenarnya rasa kesal karena pelayanan transportasi laut bisa sedikit dilupakan ketika kita bisa menikmati cuaca cerah dan indahnya pemandangan Selat Sunda. Jika berlayar pada malam hari, akan lebih menyenangkan jika kita berada diluar sambil menikmati angin laut dan memandang langit.

Pada perjalanan kali ini, kami sangat naas!!! Sepertinya kapal ini overload. penumpang sudah tidak dapat tertampung lagi di ruangan yang telah disesiakan, baik ekonomi maupun bisnis. Akhirnya banyak penumpang yang memilih duduk menggelar koran atau kardus dilantai atas kapal. Mungkin dengan begini mereka akan membayangkan bagaimana rasanya jadi gelandangan.

Aku mencuri dengar dari penumpang yang lain bahwa mereka membeli lima lembar koran dengan membayar Rp. 5000. Kalau kardus mungkin akan lebih mahal lagi. Waktu itu aku merasakan takut. Takut kalau - kalu kapal yang kutumpangi akan tenggelam. Alhamdulillah kami dapat merapat dengan selamat di Gate Of Sumatera.

Jika kita beruntung dan mempuanyai kesempatan untuk berlayar pada siang hari yang cerah, katanya ada kemungkinan kita dapat melihat lumba - lumba. Tapi saya sendiri belum pernah mengalaminya. Jika kita hampir tiba di Pelabuhan BAkauheni, kita juga bisa melihat menara siger yang berada didataran tinggi menyerupai bukit. Menara ini adalah icon Lampung.

Dalam perjalanan kali ini saya lebih memilih tidur sambil menatap langit diatas gulungan tali jangkar. Lumayan, sekalian buat pijat refleksi punggung.




Sepercik Cerita Sang Preman



“Kalo orang tua kami orang kaya, mungkin kami juga sudah jadi polisi!!!” Kelakar Fahrudin.

Wajah ketiga ‘preman’itu tertunduk lesu seiring semakin banyaknya sorotan kamera reporter yang mengarah kepada mereka. Sesekali mereka mencoba menutupi wajah dengan tangan dan menghindar dari kamera.


Muhamad Nur yang mengaku tinggal di Jagabaya tertangkap saat sedang mengobrol dengan rekan – rekannya, termasuk Manto yang mengaku warga Raja Basa. Sementara Fahrudin, bapak dua anak yang tinggal di Kelurahan Kelapa Tiga dibekuk saat sedang tidur disalah satu sudut. Ketiganya terjaring dalam razia premanisme Polresta Bandar Lampung di Bawah Ramayana, Jumat (24/2).

Tim yang dipimpin oleh M. Ginting melakukan razia tahunan sejak sore harikemarin mulai dari Terminal Raja Basa, Jalan Kopi, Pasar Bawah Ramayana, dan Pasar Seni Enggal. Tim yang tersebut hanya dapat menjaring tiga preman di Pasar Bawah Ramayana. Menurut Ginting, biasanya mereka memergoki para preman sedang melakukan aksi kejahatan tertentu di TKP.

Tapi kali ini mereka terjaring lantaran berada ditempat yang ditengarai sebagai sarang persembunyian copet, pemalak, dan sebagainya. Selain itu mereka juga tidak membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP).

“Menurut laporan warga dan anggota kami, tempat itu sering dijadikan tempat ‘mabuk lem’ oleh anak – anak jalanan,” kata Ginting.

Lebih lanjut Ginting memaparkan, razia preman adalah kegiatan rutin dua kali setahun. Meski demikian, pihaknya akan melakukan razia apabila ada laporan dari warga. Razia kali ini merupakan yang pertamakalinya dalam tahun 2012.

Setelah menjalani pemeriksaan, sidik jari, dan foto, ketiga ‘preman’ diperbolehkan pulang kerumah masing – masing. Namun alih – alih menuju rumah mereka, ketiganya malah kembali lagi ke Pasar Bawah Ramayana.
“Memang dalam razia semacam ini, jika tidak ditemukan bukti – bukti bahwa mereka merupakan pelaku tindak kejahatan, mereka hanya akan menjalani pembinaan, kemudian diperbolehkan pulang,” kata Ginting.
M. Nur (35) dan Wanto (30) mengaku sehari – hari ia menjual duku di seputaran Pasar Bawah Ramayana. Namun kali ini memang dia sedang tidak berjualan. Dia dan beberapa temannya hanya ingin beristirahat sejenak.

Sementara Fahrudin (35) mengaku tidak memiliki pekerjaan tetap. Terkadang dia berjulan asongan. Tapi tidak jarang juga menjadi tukang semir. Pria bertato dengan rambut flamboyan ini merupakan single parent bagi anak laki - lakinya yang saat ini duduk dikelas dua Sekolah dasar dan putrinya yang baru berusia empat tahun.

Untuk dapat menghidupi kedua anaknya, Fahrudin masih menerima bantuan dari mertuanya. Ayah mertuanya merupakan seorang penjual sayuran di Kelapa Tiga.

“Sering banget mereka itu razia di Pasar Bawah. Banyak juga temen – temen yang ditangkap. Bahkan ada dari mereka memang bukan orang jahat,” Fahrudin tertunduk lesu.

Fahrudin menyayangkan begitu mudahnya polisi melakukan razia dan membekuk orang – orang susah sepertinya. Sedangkan menurutnya koruptor saja begitu sulit ditaklukan oleh hukum. Orang – orang sepertinya hanya membutuhkan rang utuk mencari nafkah untuk dapat menyambung hidup mereka sehari saja. Mereka belum berpikir mau makan apa esok. Tapi yang jelas hari ini dia dan anak – anaknya tidak kelaparan. (Rinda Gusvita, Dipublikasikan di Harian Tribun Lampung 25/2/2012)






















“Kami ini orang susah, mau cari makan susah, wajar kalau kami numpang istirahat ditempat kumuh kayak gitu (Bawah Ramayana),”Ujar Fahrudin lirih.

Museum Lampung Terus Tingkatkan Pelayanan


Museum Negeri Provinsi Lampung “Ruwa Jurai” senantiasa meningkatkan pelayanan dan terus memperkenalkan diri kepada masyarakat. Hal tersebut disampaikan Kasi Pelayanan Museum Bambang Sigit Winarto, Rabu (22/2).







Penataan layout museum yang komunikatif dan enak dipandang memudahkan pengunjung untuk memahami koleksi yang di display. Dengan dilengkapi fasilitas audio-visual yang menunjang penyampaian informasi, jumlah pengunjung museum Lampung diharapakan terus meningkat dari tahun ketahun.

Museum Lampung berfungsi sebagai sarana pendidikan, rekreasi, dan penelitian. Koleksi yang dapat dijumpai terdiri dari benda arkeologi, kebudayaan, geologi, dan sebagainya. Koleksi Museum Lampung mencapai 4.962 pada 2011 dan belum ada tambahan koleksi lagi.  

Pihak Museum Lampung terus berusaha menumbuhkan kesadaran budaya masyarakat serta kecintaan pada tanah air. Selain melalui edukasi cultural dan peningkatan pelayanan, pihak museum juga melakukan sosialisasi Museum Masuk Desa dan Museum Masuk Sekolah. Program tersebut dilakukan untuk desa dan sekolah yang jauh dari Bandar Lampung.

“Pengunjung museum Lampung bukan hanya dari kalangan pelajar saja. Ada juga masyarakat umum, keluarga, bahkan dari luar Lampung pun banyak yang berkunjung kesini (Museum),” kata Sigit.
Dengan metode promosi yang terus menerus digaungkan kepada seluruh lapisan masyarakat, museum Lampung menjadi museum yang paling banyak dikunjungi Se-Sumatera. Jumlah pengunjung pada 2011 mencapai 127.632 orang dan diperkirakan terus meningkat pada tahun ini.

Meskipun segmentasi pengunjung Museum Lampung merupakan kalangan pelajar, tidak menutup kemungkinan kelompok masyarakat dapat berkunjung. Museum ini juga menyediakan pelayanan berupa paket perawatan koleksi museum.

“Biasanya yang mengikuti paket ini adalah rombongan ibu – ibu pengajian atau kelompok masyarakat. Yang terakhir datang kemari itu yang punya koleksi barang antik berbahan tembaga dari Tanggamus,” Terang Sigit.



Museum Lampung Targetkan Jadi Laboratorium IPS

Pihak museum Lampung menargetkan agar pada tahun ini Museum Lampung dapat menjadi laboratorium IPS bagi siswa. Siswa tidak hanya melihat – lihat isi museum, melainkan dapat memilih bidang ketertarikannya sendiri. Misalnya seni tenun, arkeologi, budaya, dan sebagainya.

http://ayokelampung.blogspot.com/2012/02/museum-lampung.html

Dengan paket khusus pelajar, pengunjung akan mendapatkan penyampaian materi dalam kelas selama 90 menit. Kemudian mereka akan menonton tayangan audio-visual, untuk dilanjutkan dengan berkeliling museum.

Sumber daya manusia untuk menyampaikan materi disesuaikan dengan latar belakang pengunjung. Tenaga pelajar yang memfasilitasi merupakan tenaga pilihan dari perguruan tinggi ternama seperti Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Udayana, dan sebagainya.

“Ide awal adanya paket pelayanan seperti ini adalah ketika salah satu pegawai museum Oki Larsito, mengikuti kegiatan magang di Amerika Serikat,” papar Sigit.

Dengan membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan buku terbitan museum Lampung, diharapkan materi yang telah diterima oleh siswa dapat terevaluasi. Selain itu, bagi guru juga diberikan lembar kuesioner sebagai feed back penyampaian materi yang telah dilakukan.

Kepala SMA N 1 Bandar Surabaya, Lampung Tengah, Sumarsono Eko Yanto mengatakan bahwa kunjungan ke Museum dapat membantu siswa dalam memahami mata pelajaran Sejarah disekolah.
“Saya bersama dewan guru membawa murid kelas X (sepuluh) kesini untuk belajar sejarah. Ini adalah kunjungan pertama sekolah kami ke museum Lampung,”Ujar Eko.

Sementara salah seorang siswa, Ahmad, mengaku sangat senang berkunjung ke museum. Ahmad dapat belajar dan melihat secara langsung benda – benda bersejarah dan benda – benda budaya.
“ini kedatangan saya yang kedua ke museum. Dulu waktu saya SMP, tidak seperti ini susunannya. Sekarang sudah banyak berubah dan lebih enak dilihat,”Kata Ahmad. (Rinda Gusvita, dipublikasikan di Harian Tribun Lampung 23/2/2012)

Merebut Kembali RTH Kota Bandar Lampung

Kota Bandar Lampung berisiko kehilangan Ruang Terbuka Hijau dengan pengalihan fungsi Taman Hutan Kota Way Halim menjadi perkantoran dan ruko.

Hal ini berawal dari diterbitkannya surat hak atas tanah yang diterbitkan pada 1 Februari 2010, HGB Nomor 44/HGB/BPN.18/2010. Melalui surat ini, pemerintah memberikan hak kepada PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB), untuk mengubah Taman Hutan Kota (THK) Way Halim, dari fungsi awalnya sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi perkantoran dan ruko.

Kebijakan pemerintah kota ini menyalahi UU Nomor 26 Tahun 2007 yang mengharuskan setiap kota memiliki RTH sebesar minimal 30% lahan kota. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan juga menyebutkan, RTH di sebuah kota penting untuk menjamin tersedianya ruang konservasi, kawasan pengendalian air tanah, area pengembangan keanekaragaman hayati serta area penciptaan iklim mikro.

RTH juga bisa berfungsi untuk mengurangi polutan, sebagai tempat rekreasi dan olahraga, area mitigasi dan evakuasi bencana. Fungsi THK Way Halim sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) tertuang dalam Perda Nomor 4 tahun 2004 tentang peruntukan RTH dan SK Walikota No.141 tahun 2009 tentang penetapan areal tanah sebagai Taman Hijau Kota.

Dengan dialihfungsikannya Taman Hutan Kota Way Halim menjadi ruang komersial, hal itu akan semakin mengurangi ketersediaan wilayah RTH di Bandar Lampung yang saat ini hanya mencapai 11,08 % dari luas areal kota.

Luas RTH yang tersedia di Kota Bandar Lampung hanya 2.185,59 hektar dari 19.722 hektar wilayah Kota Bandar Lampung. Dari jumlah luasan RTH tersebut, 289,70 ha merupakan RTH privat dan 1.895,89 hektar merupakan RTH publik, termasuk Taman Hutan Kota (THK) Way Halim yang akan dieksploitasi secara komersil.

THK Way Halim selama ini dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan olah raga, seni dan budaya, 
penghijauan dan rekreasi. Tidak saja berfungsi sebagai ruang publik, THK Way Halim juga menjadi paru-paru Kota Bandar Lampung. THK Way Halim juga berfungsi sebagai wahana interaksi sosial yang mempersatukan sebagian besar masyarakat Kota Bandar Lampung tanpa membedakan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya.

Penyimpangan penggunaan RTH akan menurunkan kualitas lingkungan hidup di Kota Bandar Lampung.
Kota Bandar Lampung berdiri tanggal 17 Juni 1682 atau lebih dari 3 abad lalu. Dengan usia yang tidak lagi belia, Kota Bandar Lampung harus berani berpikir dan mengambil keputusan secara dewasa. Potensi Bandar Lampung untuk menjadi kota metropolitan sangat besar, mengingat potensi SDM dan pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi. Kebutuhan akan udara segar dan air akan senantiasa bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.

Dengan menerbitkan SK HGB dan surat perizinan alih fungsi Taman Hutan Kota Way Halim, pemerintah telah melakukan kelalaian dan pelanggaran terhadap aturan tentang ketersediaan lahan terbuka hijau. Dalam SK HGB itu tertulis, pemerintah memberikan ijin pengalifungsian lahan THK Way Halim menjadi ruko selama 20 tahun ke depan.

Meskipun saat ini fungsi THK Way Halim belum optimal sebagai “hutan kota” karena sedikitnya tutupan lahan, paling tidak, dengan adanya THK Way Halim, masyarakat Bandar Lampung masih memiliki ruang publik. Sebelumnya, pemerintah menyerahkan ijin pengelolaan THK Way Halim kepada PT Way Halim Permai (WHP). Ijin ini telah habis masa berlakunya pada 2001. PT WHP menguasai 12,6 hektar lahan THK Way Halim. Sejak 2001 hingga 2010, seharusnya Taman Hutan Kota Way Halim dikembalikan pengelolaannya ke negara atau dalam hal ini pemerintah kota. Namun yang terjadi justru sebaliknya, PT WHP justru menyerahkan hak pengelolaan THK Way Halim ke pihak swasta lain.

Dalam hal peralihan hak keperdataan, terdapat bukti transaksi sebesar Rp16,5 milyar dari PT HKKB kepada PT WHP tanpa ada campur tangan pemerintah dalam bukti tertulis tersebut.

DPRD Kota Bandar Lampung harus melakukan langkah strategis untuk membantu menyelesaikan masalah hutan kota ini dan menyampaikan perkembangannya ke publik. Hingga saat ini dukungan DPRD untuk menyelamatkan hutan kota belum terealisasi.

Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi A DPRD Kota Bandar Lampung dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Lampung beberapa waktu lalu, terungkap bahwa BPN Provinsi Lampung menyatakan Sertifikat No.04/HGB/BPN.18/2010 tentang pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB) dapat direvisi, bahkan dibatalkan.

Hak Guna Bangunan yang kini dimiliki PT HKKB juga tidak sesuai dengan Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung dan Perda Kota Bandar Lampung No. 04 tahun 2004 tentang Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung tahun 2005-2015.
Pengumpulan tandatangan penolakan alihfungsi THK pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2011

Selain itu, berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Pasal 61, setiap orang wajib menaati rencana tata ruang dan mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang. Sedangkan menurut Pasal 73, setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang , dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Mirisnya, satu-satunya peraturan daerah yang mengatur rencana tata ruang yaitu Perda No. 4 Tahun 2004 telah direvisi menjadi Perda No. 10/2011 tentang RTRW. Perda No.10/2011 ini telah mencabut peruntukan RHK Way Halim sebagai kawasan hijau dan mengalihfungsikannya menjadi kawasan bisnis.

Saat ini, lokasi THK Way Halim telah dipagari oleh pihak PT HKKB, sedangkan di dalamnya terdapat infrastruktur yang dibangun menggunakan dana APBD. Walikota Bandar Lampung, Herman HN menyatakan tidak dapat mencabut atau membatalkan izin tersebut. Menurutnya, yang terpenting adalah kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang nantinya disalurkan untuk meningkatkan pembangunan Kota Bandar Lampung.







Kondisi Terkini Taman Hutan Kota Bandar Lampung, dengan pagar keliling dan fasilitas umum yang porak poranda

Jika dibiarkan berlanjut, masalah peralihan fungsi THK Way Halim dapat menimbulkan konflik sosial di masyarakat. Koalisi Rakyat Peduli Taman Hutan Kota yang terdiri dari berbagai elemen LSM, akademisi, pengusaha tanaman hortikultura, mahasiswa, dan penggiat lingkungan sudah menyampaikan protes atas alih fungsi THK Way Halim ini. Masyarakat Bandar Lampung masih menginginkan THK dipertahankan sebagai RTH.

Kita pantas bersikap skeptis mengenai apa sebenarnya terjadi dibalik upaya alihfungsi RTH tersebut. Peruntukan THK Way Halim sebagai RTH sudah dilindungi undang-undang. THK tidak untuk dikomersialisasikan apalagi dengan nilai pemasukan bagi PAD yang tidak seberapa ke kas pemerintah kota.
Jika PT HKKB hanya mampu membeli hutan kota dengan menyumbang pemerintah kota senilai Rp. 53.852.000 saja sebagai uang yang wajib dibayarkan kepada negara melalui kantor pertanahan kota Bandar Lampung, maka masyarakat pun bisa menebusnya dengan harga yang lebih mahal jika seluruh warga Bandar Lampung bahu membahu mengumpulkan dana untuk merebut kembali hutan kota ini.

Jika pemerintah menginginkan ada pemasukan ke kas Pemerintah Kota, masyarakat Bandar Lampung bisa membeli lahan tersebut demi kelestarian ekologis dan tersedianya RTH bagi masyarakat Bandar Lampung.

Untuk itu masyarakat dan para pemangku kepentingan Kota Bandar Lampung harus berpartisipasi aktif dalam melakukan pengawalan terhadap proses lahirnya kebijakan yang sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan keberlanjutan ekologis.

Yakinlah bahwa harapan masih selalu ada. Belum terlambat untuk meneriakkan secara lantang bahwa kita harus mempertahankan THK Way Halim untuk kepentingan bersama.