Pulang

Hujani saja aku dengan kata-kata "manja". Tuduh saja aku pengecut. Bilang saja aku peragu. Apa boleh buat, inilah diriku adanya. Aku tak ingin berhenti menatap wajah lembut nan sendu ibuku. Aku tak ingin berhenti mencuri pandang  kulit legam bapakku. Aku ingin tetap memantau perkembangan adik-adikku. Apalagi Mbah Putri-ku. Yang juga tak henti mencurahkan kasih layaknya bapak-ibu. Wanita yang berada pada masa senja. Aku tak ingin kehilangan semua momen itu. Tidak sedikitpun. 

Aku punya cita-cita bukan hanya segenggam. Bahkan aku punya ribuan kemauan. Aku  harus membawa orang tuaku ke Tanah Suci. Aku harus mampu melenakan mereka dengan hidup yang lebih layak dimasa tua. 

Apalagi yang bisa keberi selain bakti? Aku terima semua ini. Berada jauh dari kasih mereka. Meringkuk menahan lara dan bimbang seorang diri diruang sempit. Aku hanya beruntung, ruangan ini tidak pengap. Cahaya bisa masuk dari sana sini. Namun entah mengapa, tidak kedalam hati dan pemikiranku. Apakah terlalu banyak maksiat yang kuperbuat? Serta merta cahaya itu hilang, sementara aku... masih mengemis kasih pada Yang Maha Cinta. Aku mengharap cahaya.

 Separuh jiwaku berlayar, separuhnya lagi bersandar. Aku lemah. Aku bodoh. Aku gamang. Aku hanya ingin pulang. Aku hanya ingin tidur nyaman dipembaringan. Nyaman, tanpa beban. Kemudian aku terbangun dipagi hari dengan sepiring telur dadar dan segelas susu yang melengkapi pagi. 

Aku ingin pulang seorang diri, sebelum ada yang menemani. Agar kosong dapat terisi. Agar Ia permudah capai semua mimpi.

Bukankah semua perjuangan ini hanya akan berakhir pada satu kata?
Pulang kepada Rabbul izzati


Mother, how are you today?
Here is a note from your daughter.
With me everything is ok.
Mother, how are you today?
I found the man of my dreams.
Next time you will get to know him.
Many things happened while I was away.
 

(Mother, how are you today?, MayWood)

@Kerajaan Kecil Vita, sembari menunggu demam turun, menikmati hujan, dan kerinduan yang mendalam
Jelang Senja; Kamis, 23 Januari 2013
 
 

Duka Hujan

Mungkin hujan tidak tahu
Bahwa ketika ia berhenti jatuh
Aku telah lumpuh
Rubuh dalam peluh
Aku seperti hilang seluruh
Jiwa dan rasaku jadi rapuh
Entah emosi atau hanya keluh
Aku pasrah pada bisik serupa hujan dan gemuruh
Jauh sebelum subuh

Kemudian
Mentari datang membawa peringatan
Bagi jiwa-jiwa yang rentan
Bahwa nyawa dan kesempatan
Bukanlah mainan
Mereka hanya titipan

Innalillahi wainnailaihi raji'un
Selamat jalan
Wahai jiwa muda
Tampak renta
 Meregang nyawa
Semoga bersih dari dosa
Sua kita yang kedua
Kelak di surga-Nya

-Dalam perjalanan dari Stasiun Tugu yang menyimpan duka dan kerinduan. Ketika aku masih sulit membedakan apakah ini kenyataan yang menabuh genderang perang  (dalam benak dan batinku). Mungkin mulai saat ini, aku berhenti jadi 'Agen Dewa Hujan'-