Andai Mereka Tak Perlu Lagi Menyerahkan Nyawa



Masih ingat kisah Tuti Tursilawati yang muncul pada 2011 lalu? Tuti adalah TKI yang menjadi pekerja rumah tangga asal Cikeusik, Sukahaji, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Berangkat ke Arab, pada 5 September 2009, bekerja di Kota Thaif, Provinsi Mekkah Barat. Tuti kerap mendapatkan pelecehan seksual oleh majikannya. Hingga dia harus bertanggungjawab atas meninggalnya majikan tersebut. Dia melarikan diri dan malah diperkosa oleh sembilan orang Arab. Malangnya, dia justru divonis bersalah oleh Pengadilan Arab Saudi dan di hukum Pancung. Selama persidangan, dia tidak mendapatkan pembelaan dari seorang pengacara pun. 

Nasib Tuti memang tak sebaik Darsem. TKI yang berhasil lolos dari kematian terencana karena pada akhirnya keluarga majikan mengampuninya. Ketika itu, dia harus membayar ‘uang darah’ yang akhirnya terkumpul atas solidaritas masyarakat Indonesia. 
Bandingkan dengan kisah Mary Jane yang hukuman matinya ditangguhkan di Indonesia. Meski belum sepenuhnya berarti bisa bebas, setidaknya ada upaya berbagai pihak untuk ‘memaafkan’ Mary Jane yang konon hanya dinilai sebagai korban. Saudara sebangsanya dulu, Sarah Balabagan yang menjadi TKW di Arab dan terbebas dari hukuman mati untuk mempertanggungjawabkan kematian majikan yang ingin memperkosanya. Pemerintah negaranya membela Sarah habis-habisan hingga pada akhirnya dia bisa kembali ke Filipina.

7 FAKTA PRINGSEWU GROUP


Sebagai blogger (junior) yang berlagak profesional, terkadang saya seperti mendapat sinyal penuh keyakinan untuk menghadiri suatu undangan yang ‘berbobot’. Di sela-sela kesibukan saya sebagai mahasiswa yang dikejar deadline, tentunya saya harus benar-benar pandai mengatur waktu. Ceileee... udah sih kebanyakan intro! Well, saya menghadiri undangan makan siang dari Food and Beverage Manager Pringsewu Group. Looks professional enough, kan? Yang ngajak makan siang aja manajer, loh. Oke, Jadi saya pergi dengan Mbak Diba-diba Cinta Datang Kepadaku setelah selesai berdiskusi dengan Pembimbing II. Kami menerjang polusi udara dan terik mentari Jogja yang tepat berada di ubun-ubun. 
 
Sesampainya kami di Restoran Pringsewu, asap pekat menyambut kami. Saya sempat curiga dan penasaran, siapa sebenarnya pelaku pembakaran sampah di siang bolong seperti itu. Kalau memang pihak Pringsewu pelakunya, saya siap melakukan aksi protes kepada pimpinannya (kalo berani).

Kebebasan Berekspresi

Saya sering usil dengan kebiasan-kebiasaan buruk orang. Misalnya beberapa kawan yang hobi ngobrol dengan Bahasa Jawa kasar dan saling mengolok-olok. Saya tidak suka. Mereka tampak nakal dan jahat. Saya juga sering tidak suka dengan cara makan orang lain yang jorok. Apalagi makan di suatu temat yang prestisius meski tanpa table manner. Apalagi jika disertai dengan sendawa ketika sedang makan. Pengen saya lempar muka orang itu dengan sambel rasanya.

Cara menikmati secangkir teh dan kopi dengan disruput pun bagi saya itu sangat tidak layak. Menjijikan. Juga tentang cara makan sup langsung dari mangkoknya hingga mengeluarkan suara. Meski di negara tertentu bahkan itu jadi tradisi. Menurut orang lain, itulah cara mereka dalam menikmati sesuatu. Dengan begitu seolah lebih terasa nikmat tiada tara. Tapi saya tidak suka. Titik.

HB Kingdom The Series #13 : Orang Lampung

Di hari minggu di akhir bulan yang penuh kegalauan dan tagihan ini, saya berkesempatan ikut acara talkshow entrepreneur. Deuh, gayak yang mau jadi pengusaha! Ya, dong. Biar kaya raya punya banyak uang segudang dan membahagiakan orang-orang. Di sana pembicaranya ada owner Simply Laundry, Batik Trusmi, Petak Umpet, Batik Margaria, dan dari Carefour.Di sela-sela sesi kuliah, saya chatting dengan HB via Whatsapp untuk sedikit meredakan disminor dan menghapus kebosanan.

RG: Owner Simply Laundry ternyata orang Lampung. *proud*
HB: *teary*
RG: Kenapa, A?
HB: Itu di tivi ada berita gembong begal ditembak mati.
RG: (mengabaikan jawaban HB) minggu depan ada coaching permodalan bisnis gitu, A...
HB: ... ternyata orang Lampung, Hon. (rupanya lanjutan pesan yang gembong begal baru nyampe).
RG: *Straight Faced*
HB: Waaaah... kamu ikut lagi, Hon?
RG: Ternyata ada komunitasnya, A. Termasuk temenku yang ngebangun rumah dengan sistem syariah itu. Aa aja yang ikut aku mah nggak mudheng.
HB: Apa laundry? Komunitas begal itu?
RG: Aa pasti laper. Rese, sih! *smirking face*

Seriesnya bisa dibaca di sini: HB Kingdom The Series.

Sensasi Menjadi Tamu Kehormatan di Restoran Pringsewu



Table manner atau biasa disebut etika ketika makan seringkali disepelekan. Saya yang beberapa kali menghadapi tantangan untuk makan-dengan-sopan terkadang merasa perlu belajar tentang table manner. Dan kali ini saya bersama tujuh orang blogger Jogja lainnya yang tergabung dalam Komunitas Blogger Jogja (KBJ) berkesempatan menjadi tamu yang mendapatkan table manner service. Kami diundang oleh Tim Marketing Restoran Pringsewu Yogyakarta yang digawangi oleh Mbak Fia (22/4/2015). 

Pagi menjelang siang kami telah tiba di Restoran Pringsewu yang berada di Jl. Magelang KM 9. Setelah mengisi daftar hadir dan mengambil hidangan ala-ala coffee break, kami di-briefing oleh Mas Rizqon. Dia adalah Ketua Panitia dari kegiatan Food and Beverage Service Skill Competition yang memang sudah menjadi agenda dua tahunan dari Pringsewu Grup. Pria yang lumayan humoris itu berasal dari Restoran Pringsewu cabang Baturaden. Kata dia, gelaran ini adalah yang ketiga kalinya sejak pertama kali digelar pada 2011 lalu.  Mas Rizqon memaparkan teknis kami sebagai tamu yang akan dilayani dengan aturan table manner. Sedangkan Mbak Fia menjelaskan apa-apa saja hak dan kewajiban kami terkait acara ini. Tentunya kami harus menulis dan menyebarluaskan tulisan kami tentang skill competition ini.
Duo MC yang Tak Berhenti Berkicau :D

Kegiatan ini tentu bertujuan untuk selalu meningkatkan kualitas layanan di Restoran Pringsewu Grup. Diikuti oleh tujuh belas restoran cabang, kegiatan ini diawali dengan kegiatan flower arrangement, penyusunan meja buffet, folding napkin, preparation and polishing, table set up, dan baru kemudian test project sebelas langkah pelayanan.

Mertua Idaman (?)

Sumber: Avira Go

"Santai aja Rinda, di rumah Bunda mah jangan anggap kayak di rumah mertua," kata Ibu seorang kawan.

Pada kunjungan berikutnya dia bilang, "Nggak usah repot-repot nyuci piring, Nda, ini bukan rumah mertua."

Berkali-kali Si Bunda nyebut "bukan di rumah mertua" sementara dia sendiri mendukung kalo saya kuliah dan menikah cepat-cepat. Jadi dalam bayangan saya, rumah mertua adalah sebuah rumah tua yang angkuh, dingin, angker. Kalo lagi di rumah mertua harus jadi anak manis, ramah, dan penurut. Harus ngerjain semua pekerjaan rumah sampe ngeladenin mertua. Dan yang paling parah adalah bayangan bahwa saya enggak boleh lagi salah-salah ngomong atau ngomong asal nyeplos. Bisa-bisa Sang Ibu Suri tersinggung, dan saya dikutuknya jadi batu. MERTUA itu SEREM, JAHAT!!! Mertua itu kayak nenek sihir! Yang terakhir itu mah improvisasi aja. Biar keliatan lebay.

Perempuan yang Berjuang di Rumah-rumah

Mbak Marjum namanya. Wanita yang berparas lebih tua dari usianya ini berasal dari desa kecil di Magelang sana. Lahir tahun 1967 dan ditinggalkan oleh suaminya yang tergoda oleh wanita lain saat anak keduanya masih balita. Dia terbiasa hidup sebagai Asisten Rumah Tangga (ART).

Perjumpaan pertama kami adalah sepulangnya saya dari Rumah Sakit beberapa bulan lalu. Dia yang membantu saya mengambilkan makanan dari kurir dan membawanya ke kamar saya. Menjadi teman curhat dan pelipur lara. Ibu kos mengambilnya dari sebuah yayasan. Bukan. Jangan bayangkan sebuah yayasan pendidik para calon ART. Menurut saya, itu adalah semacam yayasan yang menjual ART. 

Emancipate Yourselves From Mental Slavery




Emancipate yourselves from mental slavery
None but ourselves can free our minds – Bob Marley

Terinspirasi dari lagu-lagu Bob Marley yang dinyanyikan HB tadi pagi, saya pun memasukkan beberapa lagu ke playlist di music player saya. Get Up Stand Up, Buffalo Soldier, dan Redemption Song yang terus terngiang dan saya putar ulang. Hingga akhirnya saya memberanikan diri untuk menulis ini. Setelah melalui pertentangan-pertentangan dalam diri, akhirnya saya tahu untuk apa harus #BeraniLebih. Saya seperti 'terbangun' dan tahu apa sebenarnya yang harus saya utamakan.

HB Kingdom The Series #12: Kopi dan Hujan

Kopi
HB punya kebiasaan melakukan agenda diskusi (baca: ngobrol) dengan tetangganya selepas isya. Suatu malam dia ngobrol bareng Om Agus (OA) dan menyajikan kopi Gayo dengan gula terpisah.

HB: Om, ngaduknya jangan searah jarum jam, berlawanan harusnya.
OA:Iya gitu? Biar apa?
HB: Biar bisa ngerjain orang tua... huwahahahaaaa... (Ngebohongin OA, maksudnya).
OA: -_____-

Hujan
HB: Nonk sholat dulu sana.
RG: Ujannya gede-gede, A. (harus keluar wudhu)
HB: Segede apa sih?
RG: Segede gitu deh.
HB: Aku mah pernah liat ujan segede kelapa.
RG: Iya gitu? Dimana?
HB: Di rumah. Kelapa yang udah di parut.

Seriesnya bisa dibaca di HB Kingdom The Series.

Dari Kuliner, Tummy Management sampai Hunger Ranger

Eh, ada yang nungguin reportase #kulinerindonesiaku bareng Mas Ari Parikesit? Apa? Nggak ada? Tapi nggak apa-apa biar ini jadi dokumentasi saya aja :( Well, honestly kemaren-kemaren itu saya belum tau siapa sih Arie Parikesit itu dan ngapain dia ngundang-ngundang ke acara kuliner yang udah kayak roadshow. Oh, man! Saya jujur banget, saya mah emang gitu anaknya. Kali ini saya ikut dalam acara bincang santai #kulinerindonesiaku yang disponsori oleh Kecap Bango. Agenda ini berlangsung di Kopi Oey Jl. W. Monginsidi (16/4/2015) bareng para Emak Blogger.
Credit to Mak Yoana Fayza
Saya memang terbilang baru dalam dunia perkulineran. Sehingga dianggap wajar kalau saya baru tahu bahwa istilah kuliner sebenarnya hanya untuk menyebut sesuatu tentang masak-memasak, dapur, metode, dan bahan hingga penyajian. Selain itu ada juga istilah gastonomi. Secara harfiah istilah ini saya artikan sebagai ilmu tentang perut (gastro). Tidak terlalu salah karena gastronomi merupakan studi tentang makann dan budaya, seni ilmu makanan yang baik (fine food) dan sebagainya semacam filosofi dan sosio-kultural makanan itu, menurut saya.

HB Kingdom The Series #11: Bohongi Aku

Howdy, udah lama nggak cerita di mari. Iya, kemaren abis ada perseteruan... haha. Dan saya merasa nggak betah lama-lama marah atau misuh-misuh. Dan HB tau gimana caranya bikan kita anget lagi. Itu yang selalu dia praktekin dan kadang bikin saya nggak enak hati karena dia selalu nyanyi "mengapa slalu aku yang mengalaaaahhh...". Tapi perang sudah berakhir. 

Sekarang HB lagi sakit. Gara-gara stress sih kayaknya. Saya kan jadi makin salah tingkah bingung musti ngapain. Sedih tapi ya mau gimana lagi. Kalo lagi sakit dia suka nyeracau kalo lagi ngobrol. Jarang nyambung.

HB: Nonk, ayo sakiti aku!
RG:What?
HB;Biar aku sembuh. Sakiti aku!
RG: Caranya?
HB: Bohongi aku. Apapun sakiti aku. Tipu aku. (drama banget dia)
RG: Iya, gimana aku bisa nyakitin kamu (aku nggak mau!)
HB: Bohongi aja aku bahwa kamu nggak ngirim kopi, padahal ngirim.
RG: Aku mah nggak bisa bohong anaknya.

Seriesnya bisa dibaca di sini: HB Kingdom The Series

Bahagia Itu Sederhana

Ih, judulnya mainstream banget sih! Haha... anyway hari ini emang saya sangat bahagia. Ternyata memang benar bahwa untuk menemukan rasa bahagia cukup dengan bersyukur dan jiwa-raga akan terbiasa. 

Diawali dengan telpon HB yang sekaligus membangunkanku dari tidur setelah menelan dua butir Lelap, saya memutuskan untuk bahagia. Lalu Bapak juga mengirimkan SMS bernada serupa. Kemudian Pak Harno telpon dan kami bercengkrama penuh tawa. Oh, ya Pak Harno adalah kawan kental Bapak di masa lalu. Mereka udah nggak ketemu sejak 32 tahun lalu. Sejak Bapak masih bujang dan hobi bertualang, kata Pak Harno. 

Nikah? Yay or Nay?

Duh itu judulnya udah kayak olshop di instagram yang mau ngeluncurin produk baru, deh.Well, maksudnya sih sama aja: ya atau enggak. Gitu. Dan entah kenapa jari saya pengen banget ngetik ini. Selain dorongan emosional, juga karena desakan sana-sini yang udah kayak gerakan masif, terstruktur, dan sistematis yang selalu (mendesak dan) membuat saya segera menikah. Sebelumnya, saya juga udah nulis hal yang semula sangat tabu banget buat saya. Silakan meluncur ke sini: Nikah, Ati Karep Bondo Cupet dan Stop Asking Kalo Nggak Penting. Tapi karena kedua tulisan itu nggak juga ngefek dan memuaskan saya, kayaknya musti saya perjelas kenapa saya belum juga nikah di quarter life ini.

Cukup Jadi Orang Baik (?)

Nilai moral yang ditanamkan orang tua saya dan keluarga besar adalah supaya saya jadi orang baik. Duh, kalimat pembukanya ngeri banget. Ya, gitu. Dari dulu saya juga selalu berusaha jadi anak baik-baik. Kecuali waktu SD dan SMP yang suka bolos sekolah kalo liburnya nanggung atau class meeting, kenakalan saya cuma manjat pager pas ekskul Pramuka yang dipaksa-paksa. Saya nggak suka dipaksa. Tapi saya selalu bisa dipaksa jadi orang baik.

Masa SMA dan kuliah dan sering jauh dari orang tua membuat saya banyak belajar dari orang lain. Mereka juga mengajarkan saya agar selalu jadi anak baik. Nggak boleh nyontek meski saya juga beberapa kali suka nyontek. Toh teman saya yang paling (dianggap) pintar sekelas juga nyontek. Contekannya nggak tanggung-tanggung malah semua materi dikopi dan dibawa ke ruang ujian. Tapi saya tetep jadi anak yang agak baik.

Ketika Kartu ATM Hilang

Senin lalu, 30 Maret 2015 (5W1H banget sih) saya dan Mak Diba-diba cinta datang kepadaku akhirnya pergi ke Diva Press untuk minta jatah buku gratis. Cuma satu buku, semacam tips n' trik menulis gitu. Tapi saya nggak mau melewatkannya tanpa meminta sumbangan buku untuk perpustakaan yang kami (saya dan kawan-kawan) rintis di Lampung.Saking niatnya saya sampe-sampe saya bawa proposal ke sana. Rasanya sueneeeengggg binggo saya dikasih 20 buah buku secara gratissss...tisss... tanpa banyak ba..bi...bu. Proposal yang udah saya buat dengan susah payah dan saya jilid spiral kawat (penting banget dijelasin) nggak dibaca sama sekali. Cuma dilirik. Tapi yah, Alhamdulillah meski nggak dapet 100 buku, untuk awalan ini juga udah cukup.

Pulang dari sana, saya pengen makan dulu. Mampir, dong, ke ATM karena duit saya udah abis untuk ngeprin dan lain-lain. Saya langsung shock pas ngobrak-abrik seisi dompet enggak nemuin kartu ATM BNI yang jadi satu sama kartu mahasiswa (KTM). Saya langsung lemes dan ngadu sama Mak Diba yang dengan setia nunggu di luar panas-panasan. Saya enggak punya duit lagi kecuali dua rebu perak lagi. Saya pengen nangis, tapi enggak bisa. Maluk. 

HB Kingdom The Series #10: 100%


Hari ini HB pulang. Artinya kami kembali lagi ke dunia maya *crying*. Baru satu jam yang lalu saya kembali dari stasiun untuk 'dadah-dadah'. Dan entah kenapa hari ini penuh ke-dodol-an. Errr... dimulai dari kemarin, sih. Ketika kami pergi ke Gunung Kidul untuk mengunjungi Pantai Nglambor. Pantai yang bersebelahan dengan Pantai Jogan dan Siung yang terletak di Kecamatan Tepus. Kami emang udah beberapa kali pergi ke pantai berdua. Nggak pernah nyasar. Yah, kalo agak bingung sedikit, wajarlah. Tapi kemaren kami nyasar sampe dua jam. Jadi total perjalanan sape tiga jam lebih. Dan kami bener-bener niat nyari Pantai Nglambor itu karena tergiur promosi yang emang aduhai banget. Meski kenyataan tak semanis kata-kata promosi. Dan melihat dari dekat juga nggak seindah foto-foto jepretan fotografer mahalan. Insyaa Allah bakal saya ceritain di lain kesempatan.

Titik Temu: Bukan Sekedar Dialog Hati




Judul Buku               : “Titik Temu” Antologi Puisi Komunitas kampoeng Jerami
Editor                         : Yuli Nugrahani
Penyusun Naskah   : Umirah Ramata, Fendi Kachonk, Cici Mulia Sary
Desain & Layout      : Devin Nodestyo
Gambar & Ilustrasi : Dana E. Rachmat
Terbit                         : Cetakan Pertama, Desember 2014
Ukuran                      : 15 x 23 cm
Isi                                : 220 + xv hlmn
ISBN                           : 978-602-702277-4-4
Penerbit                    : Komunitas Kampoeng Jerami


“Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit” (Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa.

HB Kingdom The Series #9 : Kereta Malam

Malam ini HB meluncur ke Jogja pakai kereta malam. Duh nggak sempet ke salon lagi. Hihi... hemat kata HB mah. Ular besinya meluncur jam delapan malam. Sekitar jam sembilan kami ngobrol...

RG: Aa' udah di mana?
HB: Udah nyampe Wates, nih. (Nggak mungkin banget, kan, dia udah nyampe jogja aja baru jalan sejam).
RG: Wates mana? Wates Rancaekek?
HB: Cibatu entah Cipeundeuy ini. Gelap semua! (yaiyalah malem).
RG: Emang kalo jalan pake kereta tuh paling enak siang-siang, ya, A. Pemandangannya bikin mata adem.
HB: Iya, aku juga mau ngusulin ini biar pemandangannya diganti. Seminggu sekalilah. Bosen kali item semua gini.
RG: Pemandangan diganti? Kamu mau usul sama siapa?
HB:@&@(!(()@*&

Baca seriesnya di sini ---> HB Kingdom The Series.