Gaya Hidup Peduli Air Layak Minum

Hanya bila pohon terakhir telah tumbang ditebang; hanya bila tetes air sungai terakhir telah tercemar; hanya bila ikan terakhir telah ditangkap; barulah kita sadar bahwa uang di tangan tidak dapat dimakan 
(Kata Bijak Suku Indian)


Krisis Air Bersih

Masalah krisis yang terus berlanjut ditengah peningkatan kebutuhan terhadap air yang tidak dapat dicegah. Sementara itu ketersediaan air di musim kemarau menurun dengan perbedaan debit yang semakin besar dengan musim hujan. Hal ini berarti degradasi lingkungan di daerah tangkapan air, fungsi hidrologis daerah hulu sebagai resapan air sudah tidak memadai lagi. Akibatnya nilai air bergeser dari fungsi sosial menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Disamping itu, kualitas air semakin menurun akibat cemaran-cemaran baik dari aktivitas industri, rumah tangga, pertambangan, maupun pertanian. Parahnya lagi, konflik kepentingan dalam penggunaan SDA semakin besar.

Penggunaan air tawar diperkirakan meningkat sebesar 1% per tahun sejak akhir 1980-an. Pemakaian air ini diperkirakan akan naik 44% pada 2050 akibat meningkatnya kebutuhan di industri manufaktur, pembangkit listrik tenaga uap (dari batu bara dan gas), pertanian dan pemakaian rumah tangga. Tingkat penyedotan air tanah dunia juga terus meningkat 1-2% per tahun, memerparah krisis air di sejumlah wilayah. Bukti-bukti terbaru menunjukkan, pasokan air tanah terus menurun dan 20% cadangan air tanah di bumi telah dieksploitasi secara berlebihan (www.hijauku.com).

50ribu di Jogja Bisa Ngapain Aja?

Belum pernah, sih, terlintas pertanyaan serupa sebelumnya. Soalnya, selain terkenal sebagai Kota Pelajar yang katanya biaya hidupnya murah, aku jarang banget ngabisin uang segitu kecuali kalo lagi shoping atau 'khilaf' aja... haha... jangan ditanya, bisa lebih dari setengah juta dalam sekejap mata ;)

Daily Activity Seorang Mahasiswi

Aku dan Wimy di Kampus
Aku belum mampu beli Yamaha Fino F1 yang 'milikin-able' itu. Jadi kalau mau kemana-mana, aku cuma bisa naik angkutan umum atau pakai sepeda yang telah dibabtis dengan nama "Wimy Suseli". Sepeda kesayanganku itu kubeli pake uang beasiswa, jadi ya ngurangin jatah harian deh. Keseharianku, sih, paling sarapan nasi telur dadar plus susu di warung dekat kosan Rp. 7.000. Lalu pergi ke kampus gratisan aja sekaligus olah raga dan nggedein betis.

Setelah itu makan siang di kampus nasi ayam sekitar Rp. 10.000. Nggak perlu beli minum, guys! Banyak minuman yang nggak baik buat kesehatan badan dan lingkungan. So, selalu bawa air minum dari rumah pakai tumbler. Nggak nyampah, irit, dan sehat pula. 

Karena 'Beransel' Itu Seksi

Dear Mom and Dad, sepertinya saya harus mengamini sugesti akan munculnya berbagai give away sebagai sarana curhat lainnya setelah ini. Mom dan Dad, seperti yang kalian tahu, saya ingin sekali mengikuti ekskul Pecinta Alam (PA) sejak SMA. Tapi kalian tidak pernah mengizinkannya. Hingga akhirnya saya mengikuti ekskul yang ‘agak dekat dengan alam’ lainnya. Saya ikut PMR yang pada akhirnya bisa mengantarkan saya pergi ke Sumatera Barat untuk penanganan pasca bencana gempa dan tsunami beberapa tahun lalu. Ingat bagaimana beratnya kalian melepaskan saya pergi ke lokasi bencana?

Semasa kuliah, saya mengikuti organisasasi di bidang jurnalisme agar saya bisa mengekspresikan diri bukan hanya di majalah dinding sekolah seperti dulu. Mom dan Dad tidak pernah suka saya menjadi wartawan. Tapi saya sangat bergairah. Dengan menulis, saya bisa berkespresi, berbagi, dan bertemu dengan banyak orang yang sangat heterogen. Dengan menulis, saya bisa jalan-jalan. Bukankah dulu kalian tidak mengizinkan saya ikut PA? Maka hal-hal yang mendekatkan diri saya dengan para PA inilah yang saya kejar. Meskipun kami kerap berbagi peran, mereka bertualang, dan saya yang menuliskan atau sekedar mendengarkan kisah mereka. Sesekali saya juga sering ikut mereka jalan-jalan. Tentunya kalian tidak tahu seberapa susah medan juang yang saya lewati untuk mencapai puncak bukit, gunung, atau sekedar menginjakkan kaki di pulau yang masih perawan.
Menyusuri tebing-tebing karst untuk mencapai pantai-pantai eksotis di Selatan Yogyakarta

K I T A

Dear, aku tidak akan lagi bicara mengenai ‘anatomi rasa’. Entah mengapa otakku belum bisa mencapai pemahaman kata yang kamu cipta. Tapi satu yang aku sangat paham, ketidakpahamanku ini adalah salah satu upaya untuk memahami kamu sepenuhnya.
Terimakasih untuk telah berusaha melahirkan larik-larik kata yang belum pernah bisa kamu selesaikan. Kamu bilang, dulu kamu bisa. Maka aku yakin sekarang dan sampai kapanpun kamu akan mampu menggambarkan apa-apa yang kamu pikir dan rasakan dalam rangkaian kata-kata dan bahasa, sebagaimana apa yang sedang kamu coba. Aku yakin kamu terlalu kuat untuk menyerah begitu saja pada kerancuan otak yang mencoba menjadi alasanmu menghentikan semua upaya. Tapi tidak daya, dear. Daya itu selalu ada dan bahkan bertambah dari masa ke masa.

Anatomi Rasa: Rel Kereta


Perjalanan demi perjalanan kian mendewasakanku, Dear. Bertemu orang-orang baru dengan kejutannya masing-masing membuatku perlahan menguak makna hidup. Mungkin aku terlalu naif untuk meratapi hidupku sendiri. Nyatanya, aku belum terlalu kuat untuk memahami hidupmu. Ah, tapi seiring dengan berjalannya waktu, otakku juga terus berputar-putar dan kian berusaha tegar. 

Pertanyaan yang terus mencecarku adalah apakah aku sudah seikhlas dan sekuat rel kereta yang kugilas ini? Seperti kamu yang selalu rela mereka bergelantung padamu. Seperti kamu yang selalu mau melakukan apapun demi mereka yang membutuhkanmu. 

Anatomi Rasa: Ranukumbolo

there is no one, compares with you,
and these memories lose thier meaning,
when I think of love, as something new
though I know I'll never lose affection,
for people and things, that went before
I know I'll often stop and think about them,
In My Life, I love you more
(In My Life, The Beatles)
Kamu tahu, Dear, kakiku hampir patah untuk mencapai ketinggian 2400 mdpl saja. Napasku tersengal. Aku patah arang. Aku sungguh tak ingin menggapai puncak Mahameru. Entahlah, aku benar-benar ingin pulang saat ini. Aku rindu kasur hangat, guling, dan boneka beruangku. Malam-malam seperti ini bukankah seharusnya aku tertidur pulas di bawah selimut? Bukan berkelana diantara jurang dan tebing seperti sekarang.

Kamu tahu, Dear, tubuhku menggigil. Bayang-bayang hipotermia membuatku takut mati. Sungguh aku ingin segera tenggelam dalam sleeping bag setelah meneguk segelas susu hangat buatanmu. Tapi aku tidak bisa, Dear. Tenda kami belum berdiri. Sementara hari sudah hampir pagi. 

Anatomi Rasa: Anugerah yang Adidaya

:sebuah naskah pesanan
yang membulirkan air mata
pada riak-riak simpul tawa


Cinta, Dear, sepertihalnya rasa yang lainnya tak pernah bisa ditakar. Terkadang ia datang seperti hantu, melayang-layang, dan timbul tenggelam. Teorinya mungkin begitu. Tapi entah mengapa, cintaku padamu tak pernah timbul tenggelam. Yang kurasakan hanya ia selalu datang, membayang, dan terus berkembang biak. Seandainya ia benar-benar hantu, sungguh mengerikan hidupku. Karena aku pasti telah tenggelam dalam kerumunan para hantu. Menghilang. Dan menunggu pertolongan.

Museum Angkut: Pertama di Asia Tenggara

 :bukan tour guide, hanya sekedar catatan perjalanan blogger malas :(

"Lebih deket ke Batu, Teh, daripada ke Sempu. Kalo ke Batu ada bus yang kesana. Di sana ada Museum Angkut... ," kata seorang kawan saya yang asli Malang yang kami daulat sebagai host family (baca: pemberi rumah tumpangan) sekaligus tour guide. Waaahh... kami sungguh berhutang banyak hal padamu, Dew. Ya, sebut saja dia Dewi karena memang namanya Dewi. Apa, sih?!

Oh mai tu de gaaaaadddd...!!! Hah... apa banget gitu rasanya. Udah mah ke museum yang pastinya cuma ngeliat benda-benda kuno yang nggak bergerak, namanya juga doesn't make a sense gitu. Jujur awalnya saya enggan bertandang ke Museum Angkut. Sampai akhirnya kami terlantar di Terminal Ladung Sari dan memutuskan untuk benar-benar pergi ke Batu. Sebuah kota yang konon mempunyai banyak tempat wisata dan baru saja memisahkan diri dari Kota Malang secara administratif.